Sunday, February 05, 2012

Menceburkan Diri ke Dalam Lautan Masalah

Menceburkan Diri ke Dalam Lautan Masalah
Oleh: Ade Asep Syarifuddin

KATA masalah atau persoalan bagi sekelompok
orang merupakan kata yang "menakutkan".
Terbayang dalam pikirannya situasi yang tidak
menentu yang bisa mengganggu kenyamanan
dirinya. Tapi bagi sekelompok yang lainnya,
kata masalah disimbolkan sebagai sesuatu
peluang di dalam pikirannya, karena dengan
datangnya masalah berarti dirinya tengah
diuji dengan salah satu bentuk soal yang
harus dijawab.

Tingkat kesulitan soal tersebut menentukan
grade kita dalam salah satu mata kuliah
kehidupan ini. Semakin sulit, maka akan
semakin advanced level mentalitas kita dalam
hidup ini. Sementara bila masalahnya biasa-
biasa saja, sama saja dengan siswa SMA
mengerjakan soal-soal ujian anak kelas 6 SD.
Mudah dijawab, tapi tidak memberikan
peningkatan kualitas dirinya. Jadi, apa inti
masalah dalam sudut pandang orang-orang
sukses?

Kita tahu, sebilah pedang atau golok untuk
menjadi pedang yang indah dan tajam, awalnya
dari sebatang besi yang harus melalui proses
pemanasan dalam suhu yang sangat tinggi
sampai membara. Kemudian dipukul berkali-kali
sampai membentuk pedang. Tanpa dipanaskan,
tidak mungkin besi batangan akan menjadi
pedang yang indah dan tajam.

Demikian halnya peralatan rumah tangga yang
dibuat dari kayu jati yang indah. Apakah
kursi, buffet, mebeul, meja, awalnya adalah
kayu gelondongan yang tidak memiliki bentuk.
Oleh pengrajin digergaji, dibuang bagian-
bagian yang tidak bermanfaat, digosok-gosok
dengan ampelas sampai halus, diukir, dirakit
menjadi barang rumah tangga yang indah dan
mahal harganya. Bahan baku yang bagus,
pengolahan yang baik akan menghasilkan
kualitas yang bagus dan harganya yang tinggi.
Sementara bahan baku yang kurang baik,
pengolahannya asal-asalan, harganya juga bisa-
biasa saja.

Cerita di atas bisa juga diterapkan untuk
manusia. Bila kita ingin menjadi manusia yang
berkualiktas dengan harga tinggi, maka harus
berani membayar dengan harga tinggi pula
dalam melalui proses "pencetakan" SDM
berkualitas.

Anggap saja kita ibarat sepotong besi yang
belum memiliki bentuk, api yang membara
ratusan derajat celcius ibarat beratnya beban
persoalan hidup yang menghimpit dan terjadi
sehari-hari dan pedang yang bagus adalah
mentalitas matang, pantang menyerah dan
keterampilan yang tinggi dalam mengelola
hidup ini. Dengan demikian, bila ingin
menjadi manusia berkualitas maka secara
sengaja kita harus menceburkan diri ke dalam
lautan persoalan yang lebih banyak bukan
hanya persoalan-persoalan kecil yang datang
kepada kita-tapi sengaja kita mencari
persoalan tadi.

Dengan catatan, di tengah banyaknya persoalan
tadi kita mengurai benang persoalan satu per
satu sampai semuanya tuntas, dan tidak mundur
sebelum selesai. Setelah menyelesaikan
persoalan yang satu, cari lagi persoalan yang
lain yang lebih berat, demikian terus menerus
dilakukan tiada henti.

Bila mengacu kepada analogi di atas, ketika
terus menerus berlatih menyelesaikan
persoalan maka kita sudah memiliki pedang-
pedang yang tajam dalam jumlah banyak, golok,
kelewang, celurit atau bahkan senjata lainnya
untuk memudahkan jalannya hidup. Bagaimana
kalau kita tidak memiliki alat atau senjata
sementara kita hidup di tengah hutan
belantara? Bisa dibayangkan, kondisinya jauh
lebih sulit bila dibandingkan dengan memiliki
senjata yang lengkap.

Senjata dalam hidup memang tidak terlihat
seperti pedang. Tapi bisa dibedakan siapa
yang memiliki senjata yang lengkap dan siapa
yang tidak dalam mengarungi hidup ini ketika
benar-benar menghadapi situasi krusial.

Senjata-senjata manusia yang harus dimiliki
adalah, mentalitas pantang menyerah, ulet,
disiplin, kesabaran melalui proses, kejujuran
dalam berkata dan bersikap, optimis
menghadapi semua kondisi yang terlihat
menyenangkan dan tidak menyenangkan.

Bila senjata-senjata itu terus dipelihara,
dipertajam, dan digunakan setiap saat, maka
manfaatnya akan langsung kita rasakan.
Sebaliknya, bila senjata-senjata yang
dimiliki tidak dimanfaatkan semaksimal
mungkin, bisa jadi akan menjadi karatan,
tumpul dan akhirnya menjadi besi biasa yang
hanya laku di mata tukang loak yang
berkeliling dari rumah ke rumah yang harganya
sangat-sangat murah.

Jadi, untuk apa mengeluh kalau menghadapi
persoalan. Lebih baik persoalan tersebut
diajak dialog, mengapa persoalan itu datang,
apakah manfaat yang menyertai persoalan
tersebut dan yang lebih penting lagi bagimana
solusi atau cara menyelesiakannya dan sisi
positif apa yang menyertai persoalan tadi.

Alhasil, bila persoalan dilihat dari sudut
pandang yang berbeda, maka akan memunculkan
kreatifitas yang cukup tinggi bagi si
penemunya. Mungkin Edison tidak akan
menemukan lampu pijar listrik kalau ia tidak
penasaran melakukan eksperimen. Kendaraan
tidak akan ditemukan kalau kita merasa puas
dengan jalan kaki atau naik kuda, dan lain-
lain.

Masalah, bagi orang kreatif dan positif
thinking adalah peluang. Karena dari sana
dituntut untuk menemukan jawaban untuk
mengatasinya. Berbeda dengan watak orang
pesimis, masalah yang datang bisa menciutkan
nyalinya untuk mencoba sesuatu yang lain yang
lebih menantang, atau masalah diibaratkan
sebagai penghalang untuk mencapai tujuannya.

Berbahagialah kalau dalam kehidupan sehari-
hari masih menjumpai masalah. Carilah hikmah
di balik sesuatu yang tidak mengenakkan.
Garam akan terasa asin kalau langsung
mengunyahnya, tapi akan melezatkan masakan
kalau komposisinya tepat oleh juru masak yang
lihai. Gula pun bila langsung dimakan akan
muncul sakit perut, tapi kalau dituang ke
dalam air panas ditambah sedikit teh atau
kopi, aromanya akan sangat menggoda.

Hidup ini lebih banyak dibutuhkan banyak seni
dalam menghadapinya. Tidak cukup hanya
mengetahui ilmu hidup. Seni artinya seperti
juru masak, satu jenis masakan dibutuhkan
garam yang banyak, tapi masakan yang lain
hanya butuh sedikit garam. Bagaimana kita
tahu apakah satu masakan butuh lebih banyak
garam daripada masakan lainnya? Banyak-
banyaklah belajar memasak, nanti Anda tahu
sendiri bagaimana menghasilkan masakan yang
lezat. Banyak-banyaklah mencoba resep-resep
yang ada kalau kita ingin menjadi juru masak
handal.

Kita adalah "juru masak" untuk kehidupan kita
sendiri. Kalau ingin mahir, maka harus sering
latihan mencoba resep-resep kehidupan ini
yang pernah dicoba orang lain. Karena belum
tentu resep orang lain yang bagus, akan
langsung bagus ketika dicoba hanya sekali
oleh kita.

Dibutuhkan latihan yang sering, terus menerus
sampai resep-resep tersebut terasa enak.
Bahkan tanpa disadari, suatu ketika, kita
akan menciptakan resep-resep baru, original
buatan kita sendiri yang akan diikuti dan
dicoba oleh ribuan orang. Bila resep kita
terbukti dirasakan enak oleh orang lain,
jangan kaget kalau banyak orang mencari kita
untuk berguru dan bertanya bagaimana sampai
resep tersebut terasa enak.(aas)

Sumber:
Menceburkan Diri ke Dalam Lautan Masalah
oleh Ade Asep Syarifuddin.

Ade Asep Syarifuddin adalah trainer yang
berbasiskan NLP, tulisan dan artikelnya
tersebar di berbagai media massa. Sehari-hari
ia adalah Editor in Chief dan General Manager
Harian Radar Banyumas

No comments: