(Mortimer R. Feinberg dan Aaron Levenstein, Kapan Saatnya Mengandalkan Intuisi,
diambil dari: Bisnis dan Manajemen Volume 1)
"Itu feeling saya!" Dengan kata-kata ini seorang presiden direktur
mengesampingkan usulan bulat yang disampaikan bawahannya. Ia sama sekali tidak
lagi menganggap penting data yang mereka sajikan - survey pasar, hasil
penjualan terakhir, wawancara dengan pelanggan - dan tetap ngotot untuk
meneruskan suatu produk yang tidak tepat. Tapi anehnya, ternyata keputusannya
benar dan menjungkirkbalikkan semua logika yang ditawarkan itu.
Albert Einstein sering berkata bahwa teori relativitasnya muncul lebih karena
pikiran yang berkelebat, bukan karena pola pikir logis yang disajikan oleh para
peneliti di laboratorium yang berorientasi pada data. Tentu saja teori itu lalu
dimatangkan oleh berbagai studi dan peremungan. Tapi seperti yang dikatakannya
kemudian, "Faktor yang paling menentukan di sini adalah intuisi."
Dalam dunia bisnis acapkali terjadi, keputusan yang dilandaskan pada intuisi
tajam sering mengungguli penalaran analitis yang dilakukan dengan hati-hati.
Charles Revson, pendiri Revlon, tampaknya mempunyai kecakapan yang luar biasa
aneh dan ganjil dalam menentukan produk apa yang diinginkan oleh pelanggan.
Jack Chamberlain, yang pernah menjadi presiden direktur Lenox dan bekerja pada
General Electric, bertutur bagaimana ia memutuskan untuk memakai kaset delapan
trak. Pada awal perkembangan dari teknologi itu ada teknologi yang menawarkan
mutu suara yang lebih baik, sedangkan yang lain menawarkan kemudahan dalam
penggunaan. Dengan "feeling"-nya ia memilih yang terakhir. Dan ternyata
intuisinya sangat tepat.
Intuisi agak sukar didefinisikan. Ada sementara orang menyebutnya sebagai
"feeling", perkiraan, spekulasi, imajinasi atau kreativitas. Tapi intuisi juga
janganlah dikacaukan dengan pengertian impulsif. Yang terakhir ini acapkali
merupakan suatu usaha yang tergopoh-gopoh dalam membuat pertimbangan, dan
seringkali didasari oleh kemalasan atau keinginan untuk menghindari fakta.
Intuisi selalu menyambut baik setiap data yang datang, kendati pun ia menolak
untuk hanya dibatasi oleh data. Einstein, misalnya, mendapat gagasan
berdasarkan intuisi. Tetapi ia toh berusaha melakukan serangkaian uji-coba dan
eksperimen untuk mengukur kebenaran gagasannya itu.
Suatu penelitian terhadap otak memperlihatkan bahwa belahan otak kiri merupakan
tempat dari proses logika, keteraturan, rasional dan verbal. Sedangkan belahan
otak kanan merupakan tempat dari proses intuisi, imajinasi, artisitik dan
kreatif. Terlepas dari segala perhatian yang diberikan terhadap pentingnya
"rasionalitas" dalam wacanan manajemen, suatu penelitian yang dilakukan oleh
Harry Mintzberg dari McGill University memperlihatkan bahwa para pemimpin
perusahaan yang unggul dalam mengambil keputusan biasanya menggunakan belahan
kanan otaknya - sisi intuisi - sebanyak 80%.
Sejumlah pemimpin puncak perusahaan mengatakan pada kami bahwa mereka
mengandalkan intuisi terutama dalam mempekerjakan, menempatkan dan
mempromosikan orang. Sebagian lain mengatakan, mereka mengandalkan intuisi
dalam mengambil keputusan tentang produk, terutama bagi mereka yang bergerak di
bidang industri mode dan hiburan. Tetapi di pihak lain, presiden merangkap
direktur pelaksana Agva-Gevaert mengingatkan intuisi itu harus dikendalikan.
"Tampaknya intuisi lebih bisa diandalkan sebagai suatu alarm - sistem
peringatan - daripada sebagai pemicu untuk melakukan tindakan," demikian
katanya. "Menurut pengalaman saya selama ini, intuisi lebih merupakan faktor
perintah untuk tidak melakukan tindakan, daripada melakukan tindakan."
Tentu saja, seperti halnya logika, intuisi juga bisa salah. Intuisi kreatif
memang tidak bisa dirumuskan. Tetapi apakah "feeling" anda itu patut untuk
diikuti, ada beberapa pertanyaan yang bisa dipakai sebagai penguji.
1--Bedakan intuisi dari angan-angan muluk.
Tanyakan pada diri anda, apakah anda dipengaruhi oleh pikiran yang muluk-muluk
atau oleh usaha reka-reka. James Cook, presiden direktur L.G.Balfour mengatakan
bahwa biasanya ia membedakan antara "feeling" dan "coba-coba", dengan mengamati
reaksinya sendiri bila koleganya menghantam gagasannya. Jika "feeling" itu
masih terus bertahan dan tak juga padam walaupun ia sudah mencernanya kembali,
maka ia cenderung bertahan dengan feelingnya itu.
2--Bedakan intuisi dari keinginan pribadi.
Apakah kesimpulan intuisi anda itu didasarkan pada apa yang oleh para ahli
psikologi dinamakan dengan persepsi selektif? Apakah suatu produk mati ingin
dipertahankan hanya karena anda bangga pada produk karya anda sendiri? Atau
apakah anda memiliki dasar tertentu atas intuisi anda? Apakah anda ingin
menjual hak suatu produk yang sukses hanya karena anda bosan dengan produk itu.
3--Bedakan intuisi dari kekakuan berpikir.
Apakah kesimpulan anda lebih didasarkan pada intuisi atau kekakuan berpikir?
Dengan kata lain, apakah reaksi anda itu didasarkan pada kebiasaan lama, atau
keengganan untuk menerima kenyataan bahwa telah terjadi perubahan di lingkungan
sekitar anda?
4--Bedakan intuisi dari emosi pribadi.
Apakah penilaian anda dipengaruhi oleh kecenderungan pribadi anda, misalnya
kecenderungan untuk optimis atau pesimis? Apakah anda dipengaruhi oleh luapan
emosi? Contoh klasik dari kasus ini bisa kita lihat pada kalangan bisnis
Inggris. Mereka terus mempertahankan produk yang menghabiskan uang hanya karena
istana Buckingham masih memakai produk itu. Padahal masyarakat umum sudah tidak
menyukainya sama sekali.
5--Bedakan intuisi dari keterburu-buruan.
Dapatkah anda mengadakan suatu uji-coba terlebih dahulu dan menghindari suatu
komitmen yang terlalu dini serta tak mungkin lagi diperbaiki? Seorang jendral
yang mempunyai "feeling" bahwa garis pertahanan musuh terlalu panjang, ada
kemungkinan akan melakukan manuver uji-coba dahulu, sebelum mengirimkan seluruh
pasukannya ke medam pertempuran. Intuisi hendaklah senantiasa dimonitor dan
dites. Menurut Richard Brown, bekas presiden direktur Towle Manufacturing Co.,
"Bila keputusan didasarkan atas intuisi, maka secara alamiah anda cenderung
tetap dekat dengan keputusan itu dan memeriksanya lebih cepat serta lebih
sering, daripada keputusan yang didasarkan pada penalaran yang kuat."
6--Bedakan intuisi dari keengganan untuk menguji.
Pertanyaan lain dalam menguji intuisi adalah seperti yang diutarakan oleh Joan
de Arc, "Kata batin itu mungkin saja lebih keras dan lebih jelas, tetapi dari
manakah datangnya? Dari surga atau neraka?" Dan pengaman yang paling pokok
ialah menghindari rasa keras kepala, mau mendengarkan secara simatik pada apa
yang dikatakan oleh orang lain dan membawa semua keputusan itu, baik sebagai
hasil penalaran atau hasil intuisi, kepada suatu pengujian yang terus-menerus.
No comments:
Post a Comment