Saturday, January 31, 2009

Belajar Investasi Tanah dan Bangunan

Minggu-minggu ini setiap sabtu, saya dan isteri sering pulang Pergi ke Cilebut Bogor, krn kebetulan lagi ada urusan mau beli tanah disana, Mertau saya yang bantu untuk proses jual belinya.
saran Mertua saya, "Beli aja Sumirat lumayan buat Investasi, kan tanahnya pinggir jalan, nanti kalau ada modal bisa bikin kotrakan Toko"

Memang seh saya dan isteri lagi berencana untuk bisa mendapatkan "passive income", ya dengan berinvestasi di tanah dan properti dan kemudian kita sewakan.

Tanah yg dibeli kebetulan Lokasinya Persis di Sebrang jalan depan Gerbang Komplek Perumahan, hanya berselisih satu bangunan dari gerbang tersebut sekitar 100m2. Rencana seh kalau udah dapat dananya, akan dibangun 3 toko atau ruko dan kita sewain deh, atau mungkin juga waralaba alfamart atau Indomaret kali ya..(tapi yang ini apakah dananya saya ada?),

sekarang masih dipikirin dan cari solusi dana buat bangunnya dulu.

Nanti kalau udah jadi bangunannya saya kabarin deh, kali aja ada teman2 yang berminat...

do'akan ya, semoga "mimpi" yang ini bisa terwujud....

Mengapa Kita Kekurangan Entrepreneur?

Tulisan ini saya sadur dari Blog-nya mas Yodhia Antariksa, bagus baut pencerahan kita-kita...

Mengapa Kita Kekurangan Entrepreneur?

* Written by Yodhia Antariksa
* Posted August 25, 2008 at 12:08 am


Negeri ini masih sangat kekurangan entrepreneur. Dibalik beragam liputan tentang seribu satu sosok enterpreneur, negeri ini ternyata masih sangat sedikit memiliki kaum wirausaha. Data terkini menunjukkan angka populasi entreprenuer di negeri ini hanya 0,18 % dari total penduduk, atau hanya sekitar 400,000 orang. Sebuah jumlah yang terlalu sedikit untuk sebuah negara dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa.

Padahal, kisah kemonceran sebuah bangsa selalu dilentikkan oleh kisah heroisme para entrepreneurnya. Mereka membangun bisnis dari nol, mendedahkan cerita legendaris, dan kemudian menancapkan jejak yang amat kokoh dalam sejarah ekonomi dunia. Amerika akan selalu dikenang karena mereka memiliki Henry Ford, Bill Gates, ataupun Lary Page & Sergei Brin (pendiri Google). Jepang menjadi legenda lantaran kisah Akio Morita (pendiri Sony), Soichiro Honda dan Konosuke Matshushita (Panasonic).

Lalu bagaimana solusinya? Apa yang mesti dilakukan negeri ini sehingga kelak akan lahir Bill Gates dari Bandung, Akio Morita dari Pemantang Siantar, ataupun Sergei Brin dari tanah Maluku? Solusi ini akan coba kita bentangkan dengan terlebih dulu menulusuri dua faktor utama kenapa negeri ini masih sangat kekurangan sosok entrepreneur yang tangguh.

Jawaban yang pertama mudah : kita sangat kekurangan jumlah entrepreneur karena sistem pendidikan kita memang mendidik kita untuk menjadi pegawai dan bukan entrepreneur; mengarahkan kita untuk menjadi kuli, bukan kreator. Sungguh mengherankan, sepanjang kita sekolah selama puluhan tahun, kita nyaris tidak pernah mendapatkan pelajaran mengenai entrepreneurship. Juga nyaris tak pernah mendapatkan pelajaran tentang keberanian mengambil resiko, tentang ketajaman mencium peluang bisnis, ataupun pelajaran tentang life skills – sebuah pelajaran penting yang akan membikin kita menjadi manusia-manusia mandiri nan digdaya.

Tidak. Kita tak pernah mendapatkan itu semua. Selama bertahun-tahun kita hanya dijejali dengan aneka teori dan konsep, seolah-olah kelak kita akan menjadi “kuli” atau pegawai di sebuah pabrik. Lalu begitulah, setiap penghujung tahun ajaran, setiap kampus ataupun sekolah bisnis beramai-ramai mengadakan Job Fair, memberikan pembekalan (sic! ) tentang cara menyusun CV yang bagus dan trik bagaimana menghadapi wawancara kerja. Semua dilakukan sebab seolah-seolah bekerja menjadi “kuli berdasi” di perusahaan besar (kalau bisa multi national companies) merupakan “jalur emas” yang wajib ditempuh oleh setiap lulusan sarjana.

Kenyataan seperti diatas mestinya harus segera dikurangi. Sebab situasi semacam itu hanya akan membuat spirit entrepreneurship kita pelan-pelan redup. Sebaliknya, kita sungguh berharap pendidikan dan pelajaran entrepreneurship diberikan secara masif dan sejak usia dini, setidaknya sejak di bangku sekolah SLTP (pelajaran tentang entrepreneurship juga bisa Anda dapatkan DISINI). Sebab dengan demikian, negeri ini mungkin bisa bermimpi melahirkan deretan entrepreneur muda nan tangguh pada rentang usia 17 tahun-an.

Pada sisi lain, acara semacam job fair mestinya disertai dengan acara yang tak kalah meriahnya, yakni semacam “Entrepreneurship Campus Festival”. Kita membayangkan dalam ajang ini, ribuan mahasiswa muda datang dengan beragam gagasan bisnis yang segar, dan kemudian dipertemukan dengan barisan investor yang siap mendanai ide bisnis mereka (investor ini sering juga disebut sebagai “angel investor” atau “venture capital”). Melalui ajang inilah bisa dilahirkan ribuan entrepreneur muda baru dari setiap kampus yang ada di pelosok tanah air. Dan sungguh, dengan itu mereka tak lagi harus antri berebut fomulir lamaran kerja, ditengah terik panas matahari, dengan peluh di sekujur tubuh, dengan muka yang kian sayu…….(duh, biyung, malang nian nasibmu…).

Faktor kedua yang membuat kita sangat kekurangan entrepreneur, dan juga harus segera diatasi adalah ini : mindset orang tua kita yang cenderung lebih menginginkan anaknya menjadi pegawai/karyawan. Sebab, orang tua mana sih yang tidak bangga jika anaknya bisa menjadi ekskutif di Citibank atau manajer di Astra International? Mindset semacam ini menjadi kelaziman sebab bagi kebanyakan orang tua kita, mengabdi dan bekerja di sebuah perusahaan besar setelah lulus kuliah adalah jalur yang harus dilalui untuk merajut kesuksesan. Sebuah jalur “paling stabil” dan “paling aman” untuk dapat melihat anaknya mampu membangun rumah dan memiliki sebuah mobil sedan.

Sebaliknya, orang tua kita acap ragu dan gamang ketika melihat anaknya memutuskan untuk membangun usaha secara mandiri. Mereka khawatir jangan-jangan hal ini akan membuat anak cucu mereka kelaparan……Mindset semacam ini pelan-pelan harus diubah. Cara yang paling efektif adalah dengan menyodorkan semakin banyak contoh keberhasilan yang bisa diraih para entrepreneur muda. Dengan kisah-kisah keberhasilan ini, diharapkan orang tua kita menjadi kian sadar bahwa pilihan menjadi entreprenuer dan membuka usaha sendiri merupakan jalur yang juga bisa membawa kesuksesan yang melimpah.

Ya, orang tua kita mungkin perlu disadarkan, bahwa pilihan menjadi juragan ayam ternak di kampung halaman tak kalah hebat dibanding menjadi manajer di Citibank yang berkantor megah di Sudirman. Bahwa pilihan menjadi juragan batik grosir tak kalah mak nyus dibanding menjadi ekeskutif di sebuah perusahaan multi nasional……

Note : Jika Anda ingin mendapatkan file powerpoint presentation mengenai management skills, strategy, marketing dan HR management, silakan datang KESINI.

Jika Anda ingin memberikan hadiah kaos keren kepada anak atau keponakan Anda, silakan datang KESINI.

PT POS Oh PT POS

Pagi itu saya buru-buru ke PT POS krn jam sudah menunjukan 9.an saya mampir sebentar mau beli Perangko untuk kirim surat dan barang kecil/bisnisan voucher HP ke bdg, dan beli materai untuk keperluan lain.
saat itu kebetulan uang ngak ada yg kecil hanya ada 50rb, saya beli materai dulu tadinya,

saya : "Bu Beli materai yang 600, 2," dan saya sodorkan uang 50rb krn saat itu saya ngak ada uang pas.
Petugas 1 : "wah pak uangnya 50 rb masih pagi ngak ada kembalian"
dia kembalikan uang saya, ok deh saya kirim surat dulu aja
saya: " pak kilat khusus ke bdg"
petugas kemudian cek dan timbang dan kemudian.
Petugas2 : harganya rp 4500"
saya : sodorkan uang 50 rb lagi,
petugas 2: "wah pak ngak ada kembalian" tukerin dulu aja deh ke depan,uang tersebut dibalikin lagi.
saya pergi lagi ke loket materai,
saya: Bu materainya beli 5 aja, supaya 30 rb dan kembalikan 20 rb
petugas1: ngak ada pak, dan uangnya dibalikin lagi, "tuker aja dulu didepan pak"

dalam hati saya, gile bener neh, petugas-peugasnya ngak peduli ama pelanggan, mau beli syukur ngak juga ngak apa2..toh gaji saya masih tetap kok, gitu kali ya..

akhirnya "terpaksa" saya tuker uang keluar ke jalan tuker ke warung satu ngak ada dan ada tukang parkir.
saya: Pak tolong dong tukerin uang 50rb ya"
petugas parkir : "bentar pak ya", kemudian saya liat dia lari ke warung satu ke kemudian ke warung lain, lari ke pedangang asongan satu dan pedagang lain, dan akhirnya dia kembali dengan uang receh"
akhirnya saya ke Pos lagi dan saya bayar dengan uang pas selasai deh urusan.
dan tak lupa saya kasih lebih tuh tukang parkir krn dia mau "bekerja lebih" ya saya "kasih lebih"

apakah memang begini? "Profile" Pelayanan Publik kita, sepertinya pelanggan masih dianggap sepele, Pikiran merka "ente yg perlu kok bukan kita...."

Tuesday, January 06, 2009

What You Believe Is What You Get

ini ada sebuah artikel yg lumayan bagus, bagaimana sebuah pikiran apakah itu negatif atau positif akan sangat berdampak pada diri kita.


What You Believe Is What You Get

Nick adalah seorang yang besar, kuat dan keras, yang bekerja di suatu langsiran kereta api selama bertahun-tahun. Ia adalah salah seorang pegawai terbaik perusahaannya - selalu tiba tepat waktu, dapat diandalkan, pekerja keras yang dapat menyesuaikan diri dengan para pegawai lainnya.

Tetapi Nick mempunyai satu masalah besar. Sikapnya terus-menerus negatif. Ia dikenal di sekitar langsiran kereta api itu sebagai orang yang paling pesimis di tempat kerja. Ia selalu takut pada hal yang terburuk dan terus-menerus khawatir, takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Suatu hari musim panas, para pegawai diberitahukan bahwa mereka dapat pulang satu jam lebih awal untuk merayakan ulang tahun mandor mereka. Semua pekerja pergi, tetapi entah bagaimana, Nick secara kebetulan terkunci dalam sebuah mo bil boks pendingin yang telah dibawa ke langsirang kereta api itu untuk diperbaiki. Mobil boks itu kosong dan tidak terhubung dengan satu kereta pun.

Saat Nick menyadari bahwa ia terkunci di dalam mobil boks pendingin itu, ia panik. Nick mulai memukuli pintu-pintu begitu kerasnya sehingga lengan dan tinjunya berdarah. Ia menjerit dan menjerit, tetapi para rekan kerjanya telah pulang ke rumah untuk bersiap ke pesta itu. Tak seorang pun dapat mendengar panggilan minta tolong Nick yang putus asa. Lagi dan lagi ia memanggil, sampai suaranya menjadi suatu bisikan serak.

Karena sadar bahwa ia ada dalam mobil boks, Nick mengira bahwa suhu dalam mobil itu jauh di bawah titik beku, mungkin serendah lima atau sepuluh derajat Fahrenheit. Nick takut pada hal terburuk. Ia mengira, Apakah yang akan kulakukan? Jika aku tidak keluar dari sini, aku akan membeku sampai mati! Aku tidak bisa tinggal di sini sepanjang malam. Semakin ia memikirkan keadaan-keadaannya, semakin dingin rasa tubuhnya. Dengan pintu tertutup rapat, dan tak ada jalan keluar yang tampak, ia duduk menunggu kematiannya yang tak terhindari dengan mati membeku atau kekurangan udara, yang mana yang datang lebih dahulu.

Waktu berlalu, ia memutuskan untuk mencatat tentang kematiannya. Ia menemukan sebatang pena dalam saku kemejanya dan melihat selembar karton tua bekas di sudut mobil itu. Sambil gemetar hampir tak terkendalikan, ia menulis cepat-cepat sebuah pesan untuk keluarganya. Di dalamnya Nick mencatat kemungkinan-kemungkinannya yang menakutkan: "Semakin kedingingan. Tubuh mati rasa. Jika aku tidak segera keluar, ini mungkin akan menjadi kata-kata terakhirku."

Dan memang demikian...

Pagi berikutnya, saat para pegawai datang bekerja, mereka membuka mobil boks itu dan menemukan tubuh Nick rubuh di sudut. Saat otopsi diselesaikan, ternyata Nick memang membeku sampai mati.

Nah, sekarang adalah teka-teki yang menarik: para investigator menemukan bahwa unit pendingin bagi mobil di mana Nick telah terjebak itu bahkan tidak menyala! Nyatanya, mobil itu sudah rusak untuk beberapa waktu dan tidak berfungsi pada saat Nick mati. Suhu dalam mobil tersebut malam itu -malam Nick membeku sampai mati- adalah enam puluh satu derajat Fahrenheit! Nick membeku sampai mati dalam suhu yang sedikit kurang dari suhu ruangan normal karena ia percaya bahwa ia ada dalam sebuah mobil boks yang membeku. Ia mengharapkan untuk mati! Ia yakin bahwa ia tidak mempunyai kesempatan sedikit pun. Ia mengharapkan yang terburuk terjadi pada dirinya. Ia melihat dirinya sendiri ditakdirkan tidak dapat lolos. Ia kalah dalam peperangan dalam pikirannya sendiri!

Bagi Nick, hal yang ia takutkan dan harapkan terjadi, terwujud juga. Pepatah lama "Kehidupan adalah suatu nubuatan yang dipenuhi sendiri" memang benar baginya. Itu biasanya terjadi dalam kehidupan anda juga. Banyak orang pada masa kini sama dengan Nick. Mereka selalu mengharapkan yang terburuk. Mereka mengharapkan kekalahan. Mereka mengharapkan kegagalan. Mereka mengharapkan keadaan biasa-biasa saja. Dan, mereka biasanya mendapatkan apa yang mereka harapkan;
mereka menjadi apa yang mereka percayai.

Tetapi anda dapat mempercayai hal-hal baik. Saat anda menghadapi masa sukar, jangan berharap untuk tetap tinggal di sana . Harapkanlah untuk keluar dari masalah itu. Harapkanlah Tuhan untuk secara ajaib mengubahnya.

Saat bisnis menjadi sedikit sepi, jangan harapkan untuk bangkrut; jangan membuat rencana-rencana untuk gagal. Berdoalah dan harapkanlah Tuhan untuk mendatangkan para pelanggan kepada anda.

Jika anda mengalami kesukaran-kesukaran dalam pernikahan anda, jangan hanya menyerah dalam frustasi dan berkata, "Aku seharusnya tahu bahwa pernikahan ini memang ditakdirkan untuk gagal sejak semula."

Tidak! Jika anda sedang melakukannya, berarti anda sedang menanggapi dengan cara Nick. Pengharapan anda yang lemah akan menghancurkan pernikahan anda; cara berpikir anda yang salah akan menjatuhkan anda. Anda harus mengubah cara berpikir anda. Ubahlah yang anda harapkan. Berhentilah mengharapkan untuk gagal. Mulailah mempercayai bahwa anda akan berhasil!

Bahkan jika fondasi hidup anda runtuh, sikap anda seharusnya adalah: "Tuhan, aku tahu bahwa Engkau akan mengubah ini dan menggunakannya untuk kebaikanku. Tuhan, aku percaya, bahwa Engkau akan membawaku keluar lebih kuat
dibanding sebelumnya.. ."

Quoted from "Your Best Life" Now by Joel Osteen

Saturday, January 03, 2009

Duh karyawan oh karyawan....

Pertengahan Bulan Desember 2008 karyawan voucher saya undur diri dengan beberapa permasalahan, dan beberapa minggu setelah dia keluar muncul beberapa masalah antara lain: punya utang makan ke Warteg, ada customer minta ganti battere uangnya dah di kasih tapi barangnya belum ada, ada yang minjemin duit tapi belum dia bayar padahal dia katanya sahabatnya.
Sebenernya karyawan tsb sudah dianggap seperti saudara sendiri walau hanya temannya ponakan saya.
Pelajaran yang bisa diambil adalah:
- cari karyawan harus lebih selektif lagi,emang susah susah gampang, banyak yang mau tapi yang bener agak susah nyarinya,ada usulan..?
- Kalau karyawan sodara, teman atau tetangga dekat, tadinya agar silturahmi lebih terjalin tapi kalu begini malah jadi ngak enak, mending cari yang bener bener mau kerja aja.
- monitoring yang kurang, ini resiko status karyawan eh punya karyawan juga..

Semoga kedepan bisa ketemu karyawan yg memeng bener klop dengan kita...

Padahal pingin cari konter lagi neh...